Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum bisa memberikan keterangan terkait
permintaan penghentian kasus pajak yang menyangkut PT Mobile 8 Telecom.
Alasan pembatalan tersebut karena perusahaan telah mengikuti tax amnesty.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga
Saksama mengatakan akan melakukan pemeriksaan terkait masalah tersebut.
"Aku belum bisa komentar, aku cek dulu deh seperti apa, aku belum bisa
komentar itu," kata dia saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Jumat (11/11/2016).
Dia juga belum bisa memberikan keterangan apakah masalah tersebut
sudah dilaporkan ke DJP. "Nah itu dia, aku mesti cek dulu, seperti apa
permasalahnnya, aku belum bisa komentar itu," kata Yoga.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Penegakkan Hukum DJP, Dadang Suwarna
menjelaskan, penyelidikan dan penyidikan kasus restitusi pajak oleh
Mobile 8 ditangani Kejaksaan Agung sehingga muncul gugatan Pra
Peradilan.
"Proses penyelidikan dan penyidikan itu (Mobile 8) ada di Kejaksaan
Agung, jadi wewenang ada di sana, bukan di DJP. Makanya sekarang di Pra
Peradilan kan," terangnya.
Oleh karena itu, meskipun salah satu tersangka dari Mobile 8 ikut
program pengampunan pajak, diakui Dadang, proses hukum terus berjalan
karena kasus tersebut sedang ditangani di Kejaksaan Agung, bukan di
kantor DJP.
"Kasus ini kan lagi diproses di Kejaksaan Agung, maka putusannya kembali ke mereka, bukan di kami, jadi tidak ada urusan dengan tax amnesty. Tax amnesty itu berlaku kalau proses penyidikannya di kantor DJP," jelas Dadang.
"Kalau kami yang melakukan penyidikan, kami akan mengacu sesuai Undang-undang (UU) Tax Amnesty.
Tapi karena ini orang lain yang nanganin, ya tidak bisa karena berbeda
walaupun kasus sama. Jadi jalan terus (proses hukum)," tandasnya.
Untuk diketahui, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com,
kuasa hukum PT Mobile 8 Telecom Hotman Paris Hutapea menyatakan dua
tersangka dalam kasus pajak akan melakukan gugatan pra peradilan
terhadap Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Sidang pertama akan dilakukan pada tanggal 14 November 2016 jam 10.00 WIB," kata dia dalam keterangan tertulis.
Kasus ini merupakan tes pertama pelaksanaan Undang-undang Tax
Amnesty. Alasannya, salah satu pihak dalam transaksi voucher telah
mengajukan pengampunan pajak dan membayar uang tebusan ke kas negara.
"Apakah benar dipenuhi janji bahwa pemohon tax amnesty tidak
akan diperiksa dan tidak disidik seperti diatur dalam Undang-undang Tax
Amneesty dan seperti yang dijanjikan oleh Bapak Joko Widodo dan Bapak
Jaksa Agung?" ujar dia.
Sedangkan Juru Bicara Grup MNC Syafril Nasution menjelaskan,
perusahaan telah melepas saham dari Mobile 8 sehingga tidak bisa
berkomentar banyak mengenai masalah ini. "Sejak tahun 2008 Mobile 8
bukan dalam grup MNC sehingga saya tidak bisa memberikan komentar,"
jelas dia.
U
ntuk diketahui, sebelumnya Mobile 8 Telecom dimiliki oleh Global
Mediacom. Sejak 2008, Global Mediacom melepas saham Mobile 8
Telecom secara bertahap. Global Mediacom adalah perusahaan yang masuk
dalam Grup MNC.
0 komentar:
Posting Komentar